Bukan kali pertama kalau diberitakan jajanan anak sekolah (dan orang
dewasa) tidak menyehatkan. Bahaya makanan jajanan sekolah dan makanan
umum lainnya bisa muncul untuk jangka pendek, bisa juga pada jangka
panjang.
Jangka pendek, terjadi keracunan makanan sebab tercemar
mikroorganisme, parasit, atau bahan racun kimiawi (pestisida). Muntah
dan diare sehabis mengonsumsi jajanan paling sering ditemukan.
Bahaya jangka panjang jajanan yang tidak menyehatkan apabila bahan
tambahan dalam makanan-minuman bersifat pemantik kanker, selain
kemungkinan gangguan kesehatan lainnya.
Kita menyaksikan hampir semua kalangan di Indonesia, baik anak
sekolah, orang kantoran di kota besar, apalagi yang di pedesaan,
rata-rata sudah tercemar oleh beragam bahan kimiawi berbahaya dalam
makanan, kudapan, atau penganan jajanan mereka.
Mengandung Zat Warna Tekstil
Sebagai contoh adalah saus tomat. Tidak sedikit saus tomat yang beredar
terbuat dari ubi, cuka, dan zat warna tekstil (rhodomin-B). Zat warna
tekstil inilah yang diperkirakan berpotensi menimbulkan keluhan
tersebut.
Tidak hanya sekadar pusing belaka yang ditakutkan, melainkan juga
bahaya jangka panjangnya. Zat warna tekstil jenis itu bersifat pemantik
munculnya kanker bila dikonsumsi rutin untuk waktu yang sama.
Kita menyaksikan yang ada di meja makan warung nasi, penjual bakmi
bakso, dan kantin sekolah, kemungkinan besar jenis saus tomat semacam
itu. Kalau tidak, kenapa harganya bisa rendah sekali? Kecurigaan harus
muncul bila ada saus tomat semurah itu.
Bukan cuma dalam saut tomat, zat warna tekstil rhodomin-B juga konon
pernah ditemukan dalam lipstik dan pemerah pipi, selain bahan pewarna
panganan dan jajanan, termasuk mungkin dalam sirup murah.
Dalam sebuah reportase sebuah stasiun TV swasta menyiarkan tayangan
pembuatan sirup yang dijajakan di sekolah tersebut kurang higienis,
memakai air mentah (belum dimasak) dan zat warna buatan yang diduga
rhodomin-B juga.
Sirup dan limun murah di jajanan sekolah ini yang membuat kita
prihatin. Generasi anak sekolah (pinggiran, dari ekonomi kurang mampu)
kita tengah memanggul risiko terkena kanker saat dewasa, selain bahaya
infeksi perut dadakan.
Bahaya Cacing
Melihat kondisi seperti ini, semakin murah-meriah suatu jajanan, boleh
disimpulkan semakin besar berisiko membahayakan kesehatan. Bahaya jangka
panjang yang lain juga muncul bila jajanan sampai tercemar cacing.
Kebanyakan sayur mayur mentah (pernah diselidiki) di supermarket
mengandung telur cacing perut karena konon sebelum dibawa ke kota,
dibersihkan memakai air selokan di gunung. Air selokan umumnya sudah
tercemar tinja berpenyakit (penderita penyakit cacing perut).
Telur cacing juga dapat pula dibawa oleh jemari penjaja makanan
(gado-gado, rujak, buah dingin, karedok, ketoprak) bila penjaja makanan
(food handle) mengidap penyakit cacing.
Sehabis penjaja makanan buang air besar dan tidak membasuh tangan dulu
tetapi langsung menyajikan makanan, telur cacing di kuku jemarinya akan
mencemari makanan jajanannya.
Di sela-sela kuku jemari tangan telur cacing mengendon dan pindah ke
makanan jajanan. Cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing
cambuk, jenis-jenis cacing yang lazim ditularkan dari makanan jajanan.
Sering pengidap cacing tidak merasakan keluhan apa-apa, termasuk
orang gedongan dan pekerja kantoran. Biasanya baru kedapatan cacingan
kalau iseng melakukan pemeriksaan laboratorium tinja. Tahu-tahu ada
telur cacingnya.
Pada anak sekolah, cacingan bisa berakibat kekurangan darah (anemia).
Baru-baru ini diberitakan bahwa lebih separuh anak sekolah dasar
(sampel sebuah yayasan LSM) menderita anemia. Besar kemungkinan, selain
sanitasi yang buruk, penyebabnya bersumber dari jajanan harian yang
tercemar cacing perut.
Bahan-Bahan Berbahaya
Pada intinya adalah sudah saatnya kita selaku orang tua maupun orang
dewasa hendaknya berhati-hati apabila kita atau anak kita jajan di luar.
Tentunya kita tidak ingin apabila kita apalagi anak kita mengidap
penyakit kanker atau cacingan bukan?
Sebagai tambahan wawasan, berikut ini beberapa bahan-bahan berbahaya
yang sering digunakan oleh penjual jajanan yang tidak bertanggung jawab.
Semoga dengan mengetahui jenis dan bahayanya, kita lebih berhati-hati
di kemudian hari.
Gula bibit
Selain pewarna, jajanan kaki lima yang memang buat kantong ekonomi
lemah, dengan harga yang lebih terjangkau, tak mungkin sepenuhnya
menggunakan gula asli (gula pasir maupun gula merah), melainkan memilih
gula bibit.
Kita tahu gula bibit tidak semuanya aman bagi kesehatan. Sebut saja
gula sakarin dan aspartam, yang jauh lebih murah dibanding gula asli.
Bisa dipastikan jenis gula bibit murah begini, yang sudah dilarang
digunakan, masih saja dipakai oleh rata-rata pembuat makanan dan minuman
rumahan.
Limun, sirup, saus dan kecap murah, hampir pasti mencamprukan gula
bibit, kalau bukan seluruhnya bahan kimiawi berbahaya ini. Pemanis
buatan lain tentu ada yang lebih aman, dari daun stevia, misalnya.
Namun, karena harganya tidak terjangkau untuk membuat kudapan murah,
pedagang memilih gula buatan yang lebih murah.Belakangan pemanis buatan
aspartam juga gencar dilarang, lantaran efek buruknya, antara lain
diduga terhadap otak. Namun, masih banyak jajanan dan penganan, selain
industri makanan yang menggunakan aspartam.
Penyedap
Perhatikan bagaimana tukang bakso pinggir jalan menambahkan bumbu
penyedap (sodium gluamic). Dahulu, untuk menuangkan bumbu penyedap
(disebut mecin, vetsin) memakai sendok khusus terbuar dari kayu dengan
penampang seujung kelingking.
Maksudnya paling banyak disedok pun, takarannya hanya seujung
kelingking itu. Tidak demikian hal sekarang, rata-rata dituang langsung
dari kantong plastik kemasan atau memakai sendok makan.
Semakin banyak penyedap dituangkan, semakin gurih rasa barang
jualannya.Dari kacamata ekonomi, akan lebih menguntungkan bila
menuangkan lebih banyak penyedap karena menambah lezat cita rasa
jajanan.
Air putih (bukan kaldu) yang dibubuhi penyedap banyak-banyak dengan
cara murah dan mudah menjadi sangat menyerupai kuah kaldu yang harus
tinggi modalnya. Apa bahaya mengkonsumsi penyedap banyak-banyak?
Ya, bila dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, penyedap buruk
efeknya terhadap susunan saraf pusat, selain efek alergi bagi yang tidak
tahan (post resntaurant syndrome), juga pusing-pusing sehabis makan di
restoran (akibat penyedap).
Bagi mereka yang ingin aman, selain minta tidak pakai penyedap bila
memeasan makanan restoran, masakan di rumah sendiri sama sekali bebas
penyedap buatan. Rasa gurih sehatnya cukup hanya mengandalkan bahan
alami, seperti rasa kaldu ayam, sapi atau ikan belaka. tanpa perlu
menambahkan bumbu penyedap buatan.
Formalin
Kita juga mengenal bahan formalin. Selain digunakan buat pengawet mayat
agar tidak lekas membusuk, formalin juga masuk ke indsutri makanan
(rumahan). Bukan baru sekarang kita mendengar atau mungkin membaca kalau
formalin juga masuk industri pembuatan tahu.
Agar awet tidak lekas rusak (basi), industri tahu (murah) juga
memanfaatkan formalin, agar tidak sampai merugi. Tahu yang berformalin
dijajakan di mana-mana. Padahal, formalin juga tidak menyehatkan.
Masalahnya, bagaimana mengontrol begitu banyak dan luasnya industri
rumahan tahu di Indonesia? Formalin juga dimanfaatkan untuk proses
pembuatan ikan asin. Penjualan ikan asin di suatu daerah, baru-baru ini
diberitakan menurun akibat kedapatan pembuatannya memakai formalin agar
lebih awet.
Selain formalin kita juga membaca atau mendengar pembuatan bakso
mencampurkan bahan kimiawi boraks juga, selain beberapa jenis bahan
kimiawi yang sudah terbukti membahayakan kesehatan, masih lolos tak
terkontrol.
Betapa longgarnya kendali terhadap pemakaian bahan-bahan berbahaya
karena memang tidak mudah rentang kendali untuk ribuan industri makanan
dan minuman rumahan, termasuk jamu rumahan.
Minyak goreng bekas
Disinyalir, kebanyakan jajanan gorengan pinggir jalan juga menggunakan
minyak goreng bekas, kalau minyak goreng yang sudah dioploas dengan
minyak lain yang lebih murah. Minyak goreng oplosan ini yang diduga
membahayakan kesehatan.
Kita sudah tahu kalau minyak goreng bekas (jelantah) bersifat
karsinogenik juga. Restoran ayam goreng yang tidak memakai lagi minyak
goreng habis pakainya, menjualnya ke penjual gorengan pinggir jalan.
Kalau dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, tentu sama tidak
sehatnya dengan bahan karsinogenik lainnya. Termasuk jika kita
melakukannya juga di rumah sendiri.
sumber diperoleh dari http://pondokibu.com/bahaya-makanan-jajanan-di-sekitar-kita.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar